Rabu, 06 Februari 2013

RIWAYAT AGUSTINUS



Augustinus adalah Bapa Gereja yang paling masyur, yang dapat dikatakan dalam kepribadiannya dapat dikenal oleh kitabnya yang bernama Confessiones atau dapat disebut pengakuan – pengakuan. Dalam riwayat hidupnya dari masa mudanya sampai dengan pertobatannya ada suatu pengakuan atau dapat dikatakan suatu pengakuan terbuka dihadapan Tuhan Salah satunya ucapannya yang terkenal ialah : “ Engkau telah menjaikan kami untukMu, dan hati kami tidak tentram sebelum mendapat ketentraman dialamMu”.
Agustinus lahir di Tagaste, Algeria, Afrika Utara, 13 November 354. Ayahnya bernama Patrisius, seorang yang “kafir”. Sedangkan ibunya, Monika, seorang Kristen yang saleh. Monika dikenal sangat peduli pada kehidupan rohani Agustinus. Namun, ketika dewasa kehidupan Agustinus tidak karuan. Bahkan, ia memiliki kebiasaan buruk seperti ayahnya yang suka mabuk dan berpesta. Ketika berusia 18 tahun dan sedang menempuh pendidikan di Kota Kartago, Agustinus meninggalkan imannya dan memeluk aliran Manikeisme, sebuah aliran yang menolak Allah dan mengutamakan rasionalisme.   
            Lebih dari itu, ketika di Kartago, Agustinus menjalin hubungan dengan seorang perempuan muda yang menjadi istri gelapnya lebih dari sepuluh tahun. Dari hubungan itu lahirlah seorang anak laki-laki. Pendidikan dan karier awal yang ditempuh Agustinus adalah filsafat, retorika, dan seni persuasi yang berhubungan dengan keterampilan berbicara di depan publik. Agustinus pernah mengajar di Tagaste dan Kartago. Namun, ia ingin kembali ke Roma karena ia yakin, banyak ahli retorika di sana. Maka, berangkatlah Agustinus bersama sahabatnya, Alypus, ke Italia. Waktu itu ia berumur 29 tahun. Agustinus menjadi maha guru di Milan.Perhatian besar pada dunia pendidikan yang tampak dari kepribadian Agustinus turut mempengaruhi pelayanan umat Paroki Karawaci. Seorang warga paroki ini, Christiana Sunarti (40), setia memberikan pelajaran agama Katolik kepada siswa-siswi Katolik yang bersekolah di sekolah non-Katolik (Persink).
           Sunarti mensinyalir, “Paroki ini memberikan perhatian serius kepada anak-anak dari SD hingga SMA yang tidak mendapat pendidikan agama Katolik di sekolah non-Katolik. Memberikan pelajaran bagi mereka bertujuan untuk menanamkan nilai-nilai kekatolikan agar mereka tumbuh seperti sosok Agustinus, sang pujangga Gereja.” Selain itu, kegiatan Sekolah Minggu pun terus digalakkan. Ketua Seksi Katekese, Stefanus Sihadi Nugroho, menjelaskan, “Kegiatan Sekolah Minggu yang diikuti siswa-siswi Katolik SD sampai SMA merupakan salah satu upaya paroki untuk menanamkan semangat Agustinus dalam kehidupan menggereja. Semangat kedua belas pendamping Persink sungguh luar biasa. Setiap minggu mereka setia mendampingi 12 kelompok yang belajar agama Katolik.”
Kembali ke Gereja 
Suatu hari Agustinus mendengar tentang dua orang yang serta merta bertobat setelah membaca riwayat hidup St Antonius Pertapa. Agustinus mengatakan kepada Alypus, “Orang-orang yang bukan pelajar memilih surga dengan berani, tetapi kita dengan segala ilmu pengetahuan hidup bergelimang dosa.” Akhirnya, Agustinus pun bertobat. Pada 387 ia dibaptis oleh Uskup Ambrosius. Agustinus memutuskan untuk mengabdikan diri pada Tuhan. Bersama beberapa teman, mereka hidup bersama dalam doa dan meditasi. Pada 388 Agustinus kembali ke Afrika. Di sana, ia menjual seluruh harta miliknya dan membagi-bagikan kepada orang miskin. Agustinus ditahbiskan menjadi imam pada 391 dan bertugas di Hippo sebagai pembantu uskup. Empat tahun kemudian, Agustinus diangkat menjadi Uskup Hippo.
Tantangan menggereja 
Seperti Agustinus yang meninggalkan Kartago dan pergi ke Italia hanya untuk mencari pengetahuan, yang menurutnya akan mengisi hatinya yang kosong, umat Paroki Karawaci terus mencari pengakuan formal bagi keberadaan gedung gereja mereka. Adrian Maryanto, Ketua Hubungan Antarumat Agama dan Kepercayaan (HAK) Paroki St Agustinus, menguraikan, “Keberadaan paroki ini telah lama, sejak 1984. Namun, hingga saat ini, kami belum memiliki gedung gereja permanen. Umat setempat masih menggunakan aula Sekolah Strada Perum untuk merayakan Ekaristi dan acara lainnya.” Semua proses telah dilakukan dan ditaati. Namun, belum ada ‘restu’ dalam bentuk tanda tangan walikota setempat. “Kami berharap,” demikian Adrian, “kemelut izin yang sudah dinantikan umat selama hampir 24 tahun ini bisa berakhir.”
Agustinus (354-430) merupakan tokoh terbesar di antara para pemuka agama Kristen sepanjang era PatristikIa bahkan merupakan salah satu tokoh terbesar dari seluruh sejarah gereja Kristen. Pemikirannya memiliki pengaruh yang luas di kalangan filsafat maupun teologi di Eropa pada masa itu. Bahkan, pemikirannya menguasai pemikiran Kristiani hingga abad 13 (800 tahun). Pikiran filosofis Agustinus dipengaruhi, di dalam pengertian luas, oleh Manikheisme, Skeptisisme, dan Neoplatonisme. Terkait dengan pandangan tentang sejarah, lebih spesifik lagi Filsafat Sejarah, Agustinus berusaha mensintesiskan pandangan kitab suci, dalam hal ini Genesis, dengan pandangan filsafat Neoplatonisme Plotinos. Para penentangnya menuduh Agustinus adalah seorang pantheis dan bertentangan dengan doktrin kreasio ex-nihilo.
Agustinus mengambil beberapa gagasan Plotinos (Neo-Platonisme) yang dianggap cocok dengan kitab suci. Beberapa diubah isinya agar sesuai dengan kitab suci. Sumber segala kebenaran adalah kitab suci. Akal manusia harus takluk pada kitab suci. Agustinus sendiri tidak membedakan ajaran Plotinos dengan Neo-platonisme.Menurut Agustinus, beberapa pemikiran Neo-Platonisme dapat dimanfaatkan oleh kalangan Kristen untuk menjelaskan beberapa aspek ajaran Kristen tentang alam, dan menolong umat Kristen di dalam memahami secara lebih baik keyakinan Kekristenan mereka.
Salah satu karya Agustinus yang berpengaruh, dan menampakkan pikirannya tentang sejarah, adalah De Civitate Dei atau The City of God. Buku ini ditulis dengan latar belakang kegaduhan suasana masyarakat waktu itu, di mana Roma diserbu oleh bangsa-bangsa Barbar. Banyak orang saat itu menganggap bahwa apa yang terjadi pada Roma dikarenakan orang-orang Roma telah meninggalkan agama mereka (pagan) dan beralih ke agama baru, yakni Kristen. Mereka menganggap bahwa terjadi suatu hukuman atau kutukan.
Agustinus menjawab dengan membantah pendapat tersebut melalui buku The City of God yang terdiri dari duapuluh dua buku. Ia membutuhkan sekitar tiga belas tahun untuk menyelesaikan karya tersebut. Bukan hanya bantahan  atau jawaban atas persoalan masyarakat waktu itu, buku tersebut juga memuat suatu uraian filsafat sejarah yang sistematis.Buku The City of God dapat dibagi menjadi dua bagian utama. Pertama, buku 1 hingga 10, berkaitan dengan keyakinan pagan bangsa Roma dan kekejaman yang telah dilakukan oleh Roma selama ini terhadap musuh-musuhnya. Peristiwa runtuhnya Roma akibat serangan bangsa Barbar adalah sama dengan apa yang dilakukan Roma terhadap musuh-musuhnya. Bagian kedua, buku 11 hingga 22, menerangkan tentang kemunculan dua kota, yakni Kota Tuhan dan Kota Iblis. Agustinus menerangkan bagaimana kedua kota ini berproses hingga akhir.
Agustinus berpendapat bahwa jalannya sejarah memiliki pola linear. Hal ini berbeda dengan para pemikir sejarah pada masa kuno, dalam hal ini Yunani kuno yang menganggap bahwa sejarah berpola siklis. Sejarah, menurut Agustinus, adalah proses linear. Pemikiran filsafat sejarah Agustinus dituntun oleh suatu pandangan dunia yang bersifat teleologis atau bertujuan.Sejarah berjalan dengan suatu tujuan tertentu
Sejarah manusia telah dirancang oleh Tuhan. Ia memerintahkan dan menguji manusia. Agustinus juga mengatakan  bahwa masa lalu manusia menentukan apa yang akan terjadi di masa depan. Seluruh kejadian di dalam sejarah manusia merupakan pelajaran, dan dari sana dapat diambil pelajaran tentang apa yang dibutuhkan bagi keselamatan di masa yang akan datang.Dengan demikian, sejarah tidak diterangkan melalui bekerjanya faktor-faktor ekonomi, sosial, ataupun politik. Sejarah, oleh Agustinus, diterangkan melalui bekerjanya hukum-hukum Tuhan dan pemeliharaan oleh Tuhan.Tentang keyakinan bahwa Tuhan memelihara berjalannya sejarah ini, Agustinus meyakini juga terjadi pada perjalanan hidupnya sendiri, sehingga ia dapat memeluk agama Kristen.
Seluruh sejarah yang dituntun oleh Tuhan tersebut memiliki awal dan akhir.Sejarah memiliki arah dan merupakan drama yang ditentukan Tuhan. Setiap fase di dalam sejarah merupakan susunan menuju suatu puncak sejarah. Segala peristiwa yang mengikuti setiap fase akan menguatkan puncak sejarah. Awal sejarah manusia, menurut Agustinus, adalah peristiwa jatuhnya Adam-Hawa, atau dosa pertama manusia. Sedangkan akhir dari sejarah adalah kemenangan Tuhan atas kekuatan jahat.
Menurut Agustinus, puncak dari sejarah manusia adalah riwayat Yesus. Segala peristiwa yang terjadi sebelum kelahiran Yesus dirancang oleh Tuhan untuk menuju peristiwa besar tersebut. Sedangkan segala peristiwa setelah kebangkitan Yesus adalah dirancang untuk menambah dampak peristiwa besar Yesus.
Tuhan sendiri sebenarnya telah memberi tanda-tanda sejarah. Jauh hari sebelum wahyu besar diturunkan untuk manusia, yakni dengan peristiwa Yesus dan kehidupannya, Tuhan telah memberi tanda-tanda tertentu pada manusia yang dengannya misteri kehidupan abadi diungkapkan. Sejarah bangsa Yahudi merupakan tanda tersebut, yakni melalui berbagai ucapan para nabi, ritus-ritus, kaum pendeta, upacara-upacara, dan sebagainya, yang merupakan kehidupan jasmani maupun batiniah bangsa Yahudi sebagaimana diungkapkan di dalam sejarah. Itu semua merupakan pertanda dan pemberitahuan oleh Tuhan tentang drama keselamatan.
Menurut Agustinus, terdapat pertentangan abadi antara kekuatan-kekuatan kebaikan dan kejahatan. Tidak ada posisi di tengah-tengah antara kebaikan dan kejahatan, antara Kota Tuhan dan Kota Iblis. Manusia harus membuat pilihan di antara keduanya. Manusia tidak bisa bersikap atau memilih netral.
Jika manusia memilih Kota Iblis (keburukan), maka ia bisa saja mendapatkan kekuasaan duniawi, menumpuk kekayaan, menikmati kesenangan jasmani. Namun, pada akhirnya ia akan dihukum atas dosa-dosanya serta akan menderita sebagai ganjaran kejahatannya. Sebaliknya, jika manusia memilih Kota Tuhan (kebaikan), maka ia mungkin tidak menjadi orang terkenal di bumi, mungkin menderita dianiaya, tanpa kekayaan bendawi, tidak mendapat pujian masyarakat. Namun pada akhirnya nanti, ia akan diganjar kejayaan surga atas ketaatannya pada Tuhan. Agustinus melihat di dalam sejarah terdapat pertarungan antara dua prinsip tindakan manusia, dua cinta, yakni cinta pada Tuhan dan tunduk akan hukum-Nya, dan cinta terhadap diri sendiri, kesenangan akan duniawi.
Agustinus berpandangan bahwa manusia memiliki kebebasan yang terdapat di dalam free willTuhan memberi kehendak bebas pada manusia. Namun,jika kehendak bebas tersebut disalahgunakan, maka akan berakibat dosa.Menurut Agustinus, keberadaan kejahatan di dunia merupakan distorsi dari sesuatu yang sebenarnya baik.Kehendak adalah bebas. Namun, pada saat yang sama merupakan subjek bagi kewajiban moral, dan mencintai Tuhan merupakan suatu kewajiban.
Jika dilihat penjelasan detil Agustinus tentang terjadinya berbagai peristiwa di dalam sejarah, memang akan ditemui kelemahan yang ditimbulkan oleh argumen-argumennya yang bersifat teleologi antroposentris. Agustinus telah memiliki segala jawaban atas berbagai peristiwa di dalam sejarah. Misalnya, ia membantah anggapan banyak kalangan yang percaya bahwa kehancuran Roma dikarenakan penduduk Roma mulai meninggalkan agama pagan dan beralih ke Kristen. Agustinus malah menyatakan bahwa bukan karena Roma telah beralih ke Kristen, melainkan karena Roma tidak segera berpindah ke Kristen dan tidak memeluk Kristen secara sempurna maka Roma mengalami keruntuhan.Dengan kenyataan seperti tersebut, maka sains sejarah tidak memiliki ruang di dalam perdebatan.
Meski demikian, Agustinus tetap memiliki sumbangan besar di dalam bidang sejarah. Sumbangan Agustinus akan terlihat jelas jika ia dibandingkan dengan para sejarawan Yunani terdahulu yang pernah ada, misal Herodotos dan Thucydides. Meski kedua sejarawan tersebut bersifat lebih saintifik, namun konsepsi sejarah mereka lebih sempit daripada Agustinus. Mereka hanya berurusan dengan peristiwa-peristiwa yang sedang terjadi. Para sejarawan Yunani kuno membatasi diri untuk menulis peristiwa yang terjadi sebagaimana mereka alami sendiri, atau setidaknya yang terjadi di masa mereka. Namun, meski peristiwa-peristiwa sejarah tersebut sedang terjadi, para pemikir Yunani banyak yang tidak bisa mengemukakan penjelasan sejarah tentangnya. Penjelasannya sering bersifat irasional, seperti faktor kebetulan.
Bagi Agustinus, segala peristiwa yang terjadi bukan lah kebetulan. Sebagaimana telah disinggung di atas, Tuhan melakukan pemeliharaan terhadap sejarah manusia. Baginya, terdapat kesatuan dan arah bagi berjalannya sejarah. Sejarah manusia adalah suatu drama yang mengungkapkan akhir yang penuh makna, dan bukan sesuatu yang tidak bermakna. Tidak ada sesuatu yang irasional. Jika manusia tidak dapat mengerti peristiwa di dalam sejarah, maka sesungguhnya hal ini karena manusia belum bisa memahami maksud dari kehendak Tuhan membuat peristiwa tersebut. Ketika manusia telah memahami maksud Tuhan, maka mereka akan memahami alasan terjadinya suatu peristiwa di dalam sejarah yang hal ini berkaitan dengan tujuan akhir dari maksud Tuhan.
Perbedaan lainnya antara Agustinus dengan para sejarawan Yunani adalah sifat keumuman dibandingkan dengan kepicikan (sempit) pemikiran sejarawan Yunani. Para sejarawan Yunani hanya bicara tentang bangsa Yunani. Jikapun mereka menyinggung bangsa lain, maka hal ini dikarenakan ada hubungan dengan peristiwa yang terjadi dengan bangsa Yunani sebagai tokoh utama. Keuniversalan di dalam penulisan sejarah yang dibawa Agustinus merupakan perkembangan baru di bidang sejarah waktu itu. Agustinus menyodorkan suatu drama atau kisah tentang manusia, bukan kisah tentang bangsa Roma atau Yunani saja. Universalisme di dalam pendekatan sejarah ini memang dipengaruhi oleh ajaran Kristen. Agustinus membawa kesatuan sejarah umat manusia.
Pemikiran Agustinus tentang filsafat sejarah memiliki pengaruh bukan hanya di kalangan pemikiran keagamaan saja, namun juga terhadap filsafat sekular. Pada intinya, pemikiran Agustinus tentang Filsafat Sejarah adalah sejarah ide, yakni berasal dari ide dan digerakkan oleh ide. Ide di sini merupakan ide tertinggi, yakni Tuhan. Sejarah digerakkan oleh ide. Materi adalah kendaraan. Sementara itu, gerak sejarah berpola linear. Jalannya sejarah bersifat teraturSejarah bersifat teleologis-religius.
Agustinus wafat pada tanggal 28 Agustus 430 di Hippo dalam usia 76 tahun. Makamnya terletak di Basilik Santo Petrus. Kumpulan surat, khotbah serta tulisan-tulisannya adalah warisan Gereja yang amat berharga. Di antara ratusan buku karangannya, yang paling terkenal ialah   “Pengakuan-Pengakuan” (di Indonesia diterbitkan bersama oleh Penerbit Kanisius dan BPK Gunung Mulia) dan “Kota Tuhan”. Santo Agustinus dikenang sebagai Uskup dan Pujangga Gereja serta dijadikan Santo pelindung para seminaris. Pestanya dirayakan setiap tanggal 28 Agustus.
Jadi tidak peduli berapa jauh kamu menyimpang dari Tuhan, Ia selalu siap untuk membawamu kembali. Sama seperti Agustinus, seorang kafir yang dipanggil menjadi seorang Uskup, kamu pun juga dapat bertumbuh dalam kasih dan kuasa Tuhan.

Senin, 28 Januari 2013

TAFSIR PERJANJIAN LAMA KEJADIAN 1:1-31


Nama kelompok : Welly Satria Hutahaean      (11160004)
Junnedi                                (11160001)
Romauli Saragih                 (11160002)
TopiK                   : Kejadian 1:1-31

PENDAHULUAN
            Makalah kami ini , membahas mengenai kejadian 1. Di dalam Kejadian 1 membahas tentang ciptaan Tuhan. Kitab Kejadian 1 menjelaskan enam asal-usul yang sejati dan dapat dipercaya tentang alam semesta (universe) dan kehidupan yang ada di dalamnya, antara lain:
(a) kejadian alam semesta
(b) keteraturan dan kompleksitas
(c) sistem tatasurya (solar system)
(d) atmosfer dan hidrosfer
(e) kehidupan di muka bumi
(f) penciptaan manusia
Allah menciptakan segala sesuatu secara sistematis dan teratur hingga diciptakan-nya manusia sebagai mahkota atas semua ciptaan-Nya.
Bumi ini diciptakan dari yang tiada / kosong. Dan Tuhan menciptakan semuanya sungguh amat baik.

LATAR BELAKANG
            Kitab Kejadian 1 dapat disebut kidung pujian yang sangat indah untuk memuliakan Allah, Sang Pencipta. Bagian ini mendorong setiap insan yang percaya untuk memuliakan Allah melalui puji-pujian. Melalui harmoninya yang teratur, rasio kita dipacu untuk memikirkan Allah sebagai Sumber dan Pemelihara segala sesuatu. Dalam pasal ini, ditunjukkan kepada kita tempat manusia yang patut di dalam tujuan agung Allah yang mencakup seluruh ciptaan-Nya.
Pasal ini memiliki kedudukan yang strategis dalam satu kesatuan tema sebelas pasal pertama Kitab Kejadian 1, yakni pengungkapan keagungan Tuhan sebagai Pencipta dan Pemelihara segala sesuatu. Sebelas pasal pertama Kitab Kejadian ini memiliki tema yang mirip dengan mitos-mitos penciptaan.
Penciptaan, yakni mulai dengan roh ilahi dan dunia yang belum berbentuk dan kosong. Dalam karya ini dikisahkan, mula-mula terang muncul dari para ilah, lalu langit, tanah yang kering, benda-benda penerang, dan pada akhirnya diciptakanlah manusia. Sesudah itu, Allah istirahat dan bersukaria.
Cerita-cerita itu mungkin telah diketahui oleh umat Allah. Akan tetapi, kisah penciptaan dalam Kejadian 1, ditemukan ciri khas yang sangat berbeda, yakni sifat pujian dan pengagungan kepada Tuhan. Penciptaan yang sangat khas dari kisah penciptaan menurut Kitab Kejadian 1 memberitakan monoteisme (bnd. Mzm. 82), hanya ada satu Allah. Kedua, memberitakan bahwa manusia benar-benar lain dari segala yang diciptakan-Nya dan keberadaannya mutlak bergantung kepada-Nya. Ketiga, bahwa semuanya itu makhluk ciptaan. Keempat, mengatakan Allah menciptakan terang dengan kuasa firman-Nya. Kejadian memuji Allah sebagai Pencipta segala sesuatu, memberi hidup, memelihara, dan memuliakan kehidupan manusia.
Istilah kejadian (genesis) memiliki makna yang sama dengan asal-usul (origin), dan Kitab Kejadian 1 menjelaskan enam asal-usul yang sejati dan dapat dipercaya tentang alam semesta (universe) dan kehidupan yang ada di dalamnya, antara lain: kejadian alam semesta, keteraturan dan kompleksitas, sistem tatasurya (solar system), atmosfer dan hidrosfer, kehidupan di muka bumi, dan penciptaan manusia. Banyak teka-teki tentang dunia yang tak terpecahkan dan tak kunjung terpecahkan. Kitab Kejadian tidak menerangkan semuanya karena Alkitab bukanlah kitab (kronologi) sejarah dan acuan data-data ilmiah. Ia hanya menjelaskan bahwa Allah menciptakan segala sesuatu secara sistematis dan teratur hingga diciptakan-nya manusia sebagai mahkota atas semua ciptaan-Nya. Kejadian tidak mempersoalkan (detail-detail) bagaimana Allah menciptakan alam semesta serta detik-detik proses penciptaan tersebut. Misteri penciptaan ini barangkali terbatas pada penalaran sains yang secanggih apapun sehingga tidak ada alasan bagi manusia untuk tidak mengagumi Sang Pencipta. 




TAFSIRAN
Pada mulanya Allah menciptakan langit dan bumi. Bumi belum berbentuk dan kosong; gelap gulita menutupi samudera raya, dan Roh Allah melayang-layang di atas permukaan air.

a. Penciptaan langit dan bumi: dari yang tidak ada menjadi ada
Kejadian 1:1 memiliki kedudukan yang sangat penting dalam keseluruhan pasal 1, karena merupakan rangkuman dari rangkaian penciptaan yang dituturkan dalam ayat-ayat berikutnya. Frase “pada mulanya” (merupakan pernyataan atau gagasan penegas yang berdiri sendiri. Menurut Donald Guthrie, et al., dalam bukunya Tafsiran Alkitab Masa Kini 1: Kejadian–Ester, jika pada mulanya merupakan awal atau kesimpulan dari seluruh tahap penciptaan, maka ayat ini bisa dbaca atau berfungsi sebagai judul. Maka, Allah menciptakan memaksudkan penciptaan yang mutlak dari yang tidak ada menjadi ada (ex nihilo). Kata kerja menciptakan, dalam teks aslinya adalah bara, dipakai hanya bila suatu tindakan adalah tindakan ilahi, dan hasilnya adalah baru sama sekali atau baru secara ajaib. Menurut David Atkinson, kata kerja bara juga menekankan kebebasan dan kekuasaan Allah. Dalam penafsiran ini, langit dan bumi yang diciptakan Tuhan dipandang dalam keadaan yang terdini, yang belum sempurna, namun sebagai suatu totalitas, suatu keseluruhan. Allah menciptakan langit dan bumi dari yang tidak ada menjadi ada tanpa kesukaran karena Ia mutlak bebas dan tidak terbatas dalam kedaulatan-Nya.
Kejadian 1:1, sebagai pendahuluan Kitab Kejadian, menekankan kebebasan mutlak Allah untuk menciptakan hal-hal yang tidak ada sebelumnya (creatio ex nihilo). Kitab Kejadian menentang gagasan mitos-mitos Babel, bahwa benda (materi) sama kekalnya dengan Allah; tidak ada sesuatu apa pun yang keberadaannya kekal kecuali Allah. Allah tidak tergantung pada keberadaan benda-benda seperti dalam pemahaman panteisme. Justru sebaliknya, segala sesuatu (semua benda/materi) bergantung pada Allah. Allah berkuasa mengadakannya dan sekaligus juga meniadakannya. Oleh karena itu, semua ciptaannya harus takhluk dan bersembah sujud kepada-Nya.
             Berdasarkan paparan di atas, dengan mengatakan bahwa Allah menciptakan langit dan bumi, muncul sebuah gagasan bahwa alam semesta terbuka bagi Allah; alam semesta terbuka bagi kemungkinan-kemungkinan baru, terbuka untuk diubah menjadi wilayah kemuliaan-Nya. Kejadian alam semesta, yang diringkaskan dalam sebuah ayat pendek dalam Alkitab, akan tetap menjadi misteri bagi siapa pun juga, baik bagi para teolog, filsuf, maupun saintis.

b. belum berbentuk dan kosong
Ungkapan ‘belum berbentuk dan kosong’ (tohu wavohu) menggema dalam Yer. 4:23 dan Yes. 34:11 sebagai ‘campur baur dan kosong’. Ungkapan ini menegaskan keberadaan bumi yang belum tertata dan belum memiliki bentuk (baca: kondisi) yang baik untuk dihuni oleh makluk hidup. Keadaan bumi yang belum berbentuk dan kosong menunggu sentuhan kreatif Allah. Kekosongan yang berbentuk itu juga dilukiskan sebagai gelap-gulita menutupi samudera raya (1:2) karena tindakan Allah untuk menyempurnakan ciptaan-Nya belum dikerjakan, namun akan dikerjakan.

c. Roh Allah melayang-layang
Roh Allah melayang-layang di atas permukaan air (1;2b). Kata Ibrani ruakh bisa diterjemahkan angin atau roh. Alkitab TBI menterjemahkan ruakh elohim sebagai Roh Allah, bukan angin Allah. Kebanyakan ahli tafsir Alkitab mengibaratkannya seperti induk burung rajawali yang menggoyangbangkitkan isi sarangnya dan melayang-layang di atas anak-anaknya, untuk memaksa anak-anaknya yang belum akli balig itu memasuki kehidupan yang berjenjang dewasa. Menurut Kidner, dalam Atkinson, dalam PL ruakh mengacu kepada energi ilahi yang menciptakan dan memelihara. (Bnd. Ayub 33:4). Sama dengan hubungan induk rajawali dengan sarangnya, demikianlah Allah menyempurnakan ciptaan-Nya. Karena Allahlah yang menciptakan langit dan bumi, Ia sendiri pun berkuasa untuk meniadakannya, seperti induk rajawali menggoyangbangkitkan isi sarangnya. Dengan demikian, ungkapan Roh Allah melayang-layang, bukan hanya menegaskan kemahakuasan-Nya atas ciptaan-Nya, sekaligus juga kehadiran-Nya yang imanen dalam pemeliharaan ciptaan-Nya dan Ia sendirilah Sumber kehidupan itu.




2. Penciptaan: Hari Pertama sampai Hari Keenam
a. Jadilah terang (1:3—5)
Berfirmanlah Allah, “Jadilah terang.” Lalu terang itu jadi . . . dipisahkannyalah terang itu dari gelap, Jadilah petang dan jadilah pagi, itulah hari pertama.
Menurut penulis, hari pertama yang disebutkan oleh 1:3—5 ini berhubungan dengan awal pekerjaan Allah dalam tindakan penciptaan, sebagaimana dijelaskan di atas; gelap gulita menutupi samudera raya, tetapi tindakan Allah melayang-layang di atas permukaan air menunjukkan bahwa Allah hadir di dalam ciptaan-Nya. Secara simbolis, dapat ditafsirkan: kalau Ia hadir, maka kegelapan akan menyingkir; kalau Allah telah memulai pekerjaan-Nya, maka tidak ada yang menghalangi kemahakuasaan dan keberdaulatan-Nya atas segenap alam. Jika terang yang dimaksudkan di sini berhubungan dengan benda penerang , maka makna kata terang dalam ayat 3 akan kabur. Jadi, terang yang dimaksud dalam ayat 3 adalah tindakan Roh Allah atas ciptaan-Nya dan tidak berhubungan dengan terang yang diakibatkan oleh benda penerang.
Sementara, kalimat ‘Jadilah petang dan jadilah pagi, itulah hari pertama’, menggambarkan bahwa tindakan Allah (sudah) sempurna (complete). Ungkapan “Itulah hari ke . . .” merupakan formula dari rangkaian kerja Allah, bahwa Ia melakukan semua tindakan penciptaan tersebut secara sempurna, teratur, dan tidak dihalangi oleh apa pun. 

b. Jadilah  (1: 6—25)
Allah menjadikan segala ciptaan-Nya tanpa bahan yang sudah ada sebelumnya. Allah sungguh-sungguh menciptakan cakrawala (hari ke-2), tumbuh-tumbuhan (hari ke-3), benda-benda penerang (hari ke-4), binatang-binatang (hari ke-5) tanpa materi (baca: bahan) yang sudah ada sebelumnya.
 Kalau kita analisis dalam perspektif ilmiah, tampaknya urutan atau kronologi penciptaan sebagaimana disebutkan oleh Alkitab sangatlah tidak logis. Seperti yang sudah penulis sebutkan di atas, ungkapan “Jadilah petang dan jadilah pagi, itulah hari ke . . .”. Kalimat ini tidak bertujuan untuk menjelaskan kronologi penciptaan secara ilmiah, tetapi secara pernyataan teologis bahwa Allah menciptakan segala sesuatu dalam agenda Allah sendiri (yang tersembunyi dalam penelaahan sains) dan bahwa apa yang telah dikerjakan-Nya itu sempurna (complete; tidak memerlukan bantuan pihak lain – di luar diri Allah -- untuk mewujudkannya).
Kata Ibrani yom, seharusnya tidak diterjemahkan hari (dalam pengertian 1 x 24 jam) atau perubahan hari dalam kebiasaan Yahudi, yang diakhiri oleh terbenamnya matahari dan pagi mengawali hari yang baru. Kata Yom (hari) lebih menegaskan periodik teknis bahwa karya Allah dalam penciptaan sedang berlangsung secara dinamis dan progresif, bukan sistematitasi atau periodisasi sistematisasi terjadinya ciptaan. 
Sebagai contoh. pertama, kalau kita jelaskan secara ilmiah, setelah Tuhan menciptakan terang, pada bagian akhir penjelasan penciptaan tersebut, disebutkan: “Jadilah petang dan jadilah pagi itulah hari pertama.” Bagaimana petang dan pagi terjadi jika bumi tidak berotasi pada porosnya dan dalam porosnya ia berevolusi terhadap matahari, benda penerang yang diciptakan pada hari ke-4? (Tentang pemakaian isitlah terang ini, penulis telah menguraikannya di atas). Kedua, bagaimana tumbuh-tumbuhan (diciptakan pada hari ke-3) hidup tanpa proses fotosintesis, yakni dengan bantuan matahari, benda penerang yang akan diciptakan pada hari ke-4? Pertanyaan ilmiah seperti ini membuat para saintis menertawakan paham Ortodoks yang melihatnya sebagai rentetan kronologis. 
Menurut penulis, data-data Kejadian 1:3—25 tentang urutan penciptaan tidak perlu dipersoalkan secara tajam dalam tataran ilmiah. Alkitab bukanlah buku ilmiah atau pun buku sejarah, yang darinya kita membangun teori-teori ilmiah secara akurat dan terpercaya. Alkitab adalah buku yang berisikan karya penyelamatan Allah yang mencapai puncaknya dalam penebusan Kristus.
3. Penciptaan manusia (26—27)
Baiklah Kita menjadikan manusia menurut gambar dan rupa Kita supaya mereka berkuasa . . . menurut gambar dan rupa Allah diciptakan-Nya ia; laki-laki dan perempuan diciptakan-Nya mereka. 
Penciptaan manusia merupakan klimaks dari rangkaian tindakan penciptaan Allah. Kitab Kejadian memberi gagasan yang sangat jenius bahwa (1) manusia adalah puncak dari semua karya penciptaan Allah, (2) manusia itu diciptakan segambar dan serupa dengan Allah; (3) semua yang telah diciptakan Allah diberikan kepada manusia dan berada dalam kekuasaannya.

a. Dicipta segambar dan serupa dengan Allah
Dari kesaksian penciptaan dalam kitab Kejadian, Allah menciptakan semuanya hanya dengan atau melalui firman. Allah hanya berfirman: “Jadilah…” (lihat Kejadian 1:1-25) dalam penciptaan binatang, tumbuh-tumbuhan, dan segenap alam semesta, maka semuanya jadi. Tetapi, manusia diciptakan Allah dengan buatan tangan-Nya sendiri dan menghembuskan nafas (Ibr. ruakh) kehidupan padanya, nafas (roh) Allah sendiri. Dari segala mahluk yang pernah diciptakan oleh Tuhan Allah, hanya manusialah yang dicipta menurut gambar dan rupa Allah. Berarti, manusia dicipta (Ibr. Asah) seperti Penciptanya, dengan kemungkinan keadilan, kesucian dan kebenaran.
            Pernyataan bahwa manusia itu dicipta menurut gambar Allah dan seperti rupa Allah, ditemukan juga dalam Perjanjian Baru. Yesus Kristus disebut sebagai gambar Allah (2 Kor. 4:4; Kol. 1:15), dan sudah dijanjikan bahwa barangsiapa percaya kepada Allah akan dijadikan kembali menurut gambar-Nya dan akan serupa dengan Dia (1 Kor. 1549; 2 Kor. 3:18; Kol. 3:10).

b. Manusia sebagai mandataris Allah
Kejadian 1:26 menjelaskan: Allah menjadikan manusia itu, laki-laki dan perempuan, menurut gambar dan rupa Allah. Setelah Allah menciptakan mereka, Allah memberkati mereka dan memberi otoritas untuk menguasai dan menakhlukkan alam, binatang, tumbuh-tumbuhan, dan segala sesuatu yang ada di dalamnya (ay. 28-30).
Allah menjadikan manusia itu seperti allah-allah kecil di bumi. Manusia yang diciptakan dari debu tanah itu dimuliakan-Nya dan dimahkotai-Nya dengan kemuliaan dan hormat. Tentang hal ini, Mazmur 8:4—7 melukiskannya sebagai berikut.
“Jika aku melihat langit-Mu, buatan jari-Mu, bulan dan bintang yang Kau tempatkan: apakah manusia sehingga Engkau mengingatnya? Apakah manusia, sehingga Engkau mengindahkan-Nya? Namun Engkau telah membuatnya hampir sama seperti Allah, dan telah memahkotainya dengan kemuliaan dan hormat. Engkau membuat dia berkuasa atas atas buatan tangan-Mu; segala-galanya telah Kau letakkan di bawah kakinya.
c. Manusia: makhluk rasional
Supaya dapat menjadi mandataris Allah di bumi, Ia memperlengkapi manusia itu dengan akal budi, daya cipta, dan kemampuan-kemampuan bersosial yang lain. Manusia adalah manusia karena ia adalah satu-satunya mahluk yang dapat mengenal kebenaran, yaitu melalui rasio. Manusia adalah satu-satunya mahluk yang dapat berpikir; binatang berpikir bukan karena rasionya, tetapi naluriah hidup (insting) yang diciptakan oleh Tuhan. Manusia juga menjadi manusia, karena ia dapat menjalankan keadilan, yaitu memiliki sifat hukum. Manusia adalah manusia karena ia adalah satu-satunya mahluk yang berkewajiban moral untuk mencapai tujuan kesucian. Supaya manusia bisa mencapai maksud dan tujuan Allah, Ia memberinya roh, yang mana binatang dan tumbuh-tumbuhan dan ciptaan lainnya tidak memilikinya. Roh menjadi sarana Allah untuk berhubungan dengannya. Tiga hal inilah yang membedakan manusia dengan binatang.

d. Manusia: laki-laki dan dan perempuan
Lebih daripada itu lagi, pernyataan tiga rangkap tentang ciptaan Allah dalam ayat 27 bukan semata-mata paralelisme puitis. Jelas, bahwa di situ terdapat penitikberatan yang disengaja, yang maksudnya sudah dapat disimak. Dua kali ditegaskan bahwa Allah menciptakan manusia menurut gambar-Nya, dan ketiga kalinya hunjukan terhadap “gambar ilahi” itu diganti dengan kata-kata ‘laki-laki dan perempuan’. 
Kalau digabungkan keputusan ilahi (‘Baiklah Kita menjadikan manusia … supaya mereka berkuasa …’), kreasi ilahi (‘…maka Allah menciptakan…’) dan pemberkatan ilahi (‘Beranak-cuculah …; penuhilah bumi dan takhlukkanlah itu …’), titik beratnya agaknya diletakkan atas tiga kebenaran fundamental tentang mahluk manusia. Yaitu, bahwa Allah menciptakan (dan masih terus menciptakan) mereka menurut gambar-Nya. Bahwa Ia menciptakan (dan masih terus menciptakan) mereka sebagai pria dan wanita seraya mengaruniai mereka tugas bahagia untuk berkembang biak. Bahwa ia memberikan (dan masih terus memberikan) mereka kekuasaan atas bumi dan segala binatang yang ada di dalamnya.
Jadi, sejak dari permulaannya ‘manusia’ diciptakan sebagai pria dan wanita yang memiliki kedudukan yang sama sebagai ahli waris, baik atas citra ilahi maupun atas kekuasaan atas bumi. Pendapat ini juga didukung oleh William Dyrness, dengan mengatakan: “Laki-laki dan perempuan adalah mahkota ciptaan; mereka diciptakan untuk memerintah.” Tidak terdapat suatu hunjukan dalam natsnya bahwa salah satu kedua seks itu lebih besar keserupaannya dengan Allah daripada yang lain, atau salah satu dari kedua seks itu lebih besar tanggung jawabnya atas bumi dari pada yang lain. Tidak. Baik dalam hal ihwal keserupaan dengan Allah, maupun dalam hal ikhwal tanggung jawab atas pengelolaan bumi (yang tidak boleh disamakan satu satu dengan yang lain, meskipun antara keduanya terdapat kaitan yang erat) mereka berdua adalah dari awalnya sama-sama kebagian. Sebab, dua-duanya adalah sama-sama diciptakan oleh Allah dan serupa dengan gambar-Nya. 
4. Sungguh amat baik
”Allah memberkati mereka, lalu Allah berfirman kepada mereka: ”Beranakcuculah dan bertambah banyak . . . Maka Allah melihat semua yang dijadikan-Nya itu sungguh amat baik. Jadilah petang dan jadilah pagi, itulah hari keenam.
Allah memberkati manusia itu dengan segala yang ada di dalam alam semesta. Allah menyediakan makanan bagi manusia itu yang telah tersedia di dalam alam. Manusia harus berkuasa atasnya, termasuk pengelolaan ciptaan Allah. 
Setelah manusia diciptakan oleh Allah, Ia melihat bahwa semuanya itu sungguh amat baik. Dalam rangkaian penciptaan pra-penciptaan manusia, Allah tidak mengatakan demikian. Manusia sebagai mandataris Allah memiliki tanggung jawab yang berat. Setelah manusia itu jatuh ke dalam dosa, tanggung jawab manusia sebagai mandataris Allah menjadi kabur. Banyak orang yang melihat dirinya tidak baik, berlawanan dengan pujian Allah atas semua segala yang diciptakan-Nya. Manusia adalah makhluk yang berpotensi untuk mensejahterakan dirinya dan juga melansungkan pengelolaan alam. 
C. Aplikasi
1. Allah, Sang Pencipta patut dipuja dan disembah
Menurut penulis, data-data Kejadian 1:3—25 tentang urutan penciptaan tidak perlu dipersoalkan secara tajam dalam tataran ilmiah. Alkitab bukanlah buku ilmiah atau pun buku sejarah, yang darinya kita membangun teori-teori ilmiah secara akurat dan terpercaya. Alkitab adalah buku yang berisikan karya penyelamatan Allah yang mencapai puncaknya dalam penebusan Kristus. Jika Kejadian 1 menjelaskan tentang penciptaan, hal itu berarti bahwa umat Allah harus menyadari bahwa Allahlah yang menciptakan alam semesta dan segala isinya. Kisah penciptaan oleh Kitab Kejadian menyadarkan semua manusia bahwa ia sendiri adalah ciptaan yang harus memuliakan Pencipta-Nya. 
2. Tanggung jawab manusia terhadap Tuhan, sesama, dan alam
Sebagai makhluk yang dicipta segambar dan serupa dengan Allah, manusia berperan sebagai mandataris Allah.

TUJUAN
            Supaya dapat memahami kekuasaan Allah dalam sejarah penciptaan, serta kuasa dan kehendak Allah terhadap ciptaan-Nya. Dan juga supaya kita mengetahui siapa yang menciptakan langit dan bumi serta isinya,seperti gunung, lautan, matahari, bulan dan bintang, serta manusia yang dapat berpikir, berbicara, bernapas.


REFLEKSI NATS
"Pada mulanya" di sini adalah tegas dan mengarahkan perhatian kepada suatu permulaan yang nyata. Agama-agama kuno lainnya ketika membicarakannya menunjukkan bahwa penciptaan itu dilaksanakan dengan sesuatu yang sudah ada. Mereka melihat sejarah sebagai siklus kejadian yang berulang-ulang terus. Alkitab memahami sejarah sebagai satu garis lurus dengan arah yang ditetapkan oleh Allah. Allah mempunyai rencana dalam penciptaan, dan itu akan diwujudkan-Nya.

PENUTUP

            Demikian  hasil makalah yan kami susun ini. Adapun makalah kami ini membahas tentang penciptaan dari yang tiada yang menyebabkan roh Allah melayang-layang di atas bumi sebelum Tuhan menciptakan langit dan bumi beserta isinya.Makalah kami ini juga membahas tentang penciptaan dari hari pertama sampai keenam dan mandat Allah kepada manusia. Hari pertama, Allah menciptakan terang dan memisahkan dari gelap.  Hari kedua, Allah menciptakan cakrawala yang memisahkan air dari air. Hari ketiga, Allah memisahkan darat dari air dan menumbuhkan pohon-pohon yang menghasilkan buah-buahan. Hari keempat, Allah menciptakan matahari, bulan dan bintang-bintang untuk menjadi benda-benda penerang. Hari kelima, Allah menciptakan burung-burung, serangga dan ikan-ikan. Hari keenam, Allah menciptakan binatang-binatang di bumi dan manusia. Trima kasih.!!