Nama kelompok : Welly
Satria Hutahaean (11160004)
Junnedi
(11160001)
Romauli
Saragih (11160002)
TopiK : Kejadian 1:1-31
PENDAHULUAN
Makalah kami ini , membahas mengenai
kejadian 1. Di dalam Kejadian 1 membahas tentang ciptaan Tuhan. Kitab Kejadian
1 menjelaskan enam asal-usul yang sejati dan dapat dipercaya tentang alam
semesta (universe) dan kehidupan yang ada di dalamnya, antara lain:
(a)
kejadian alam semesta
(b)
keteraturan dan kompleksitas
(c)
sistem tatasurya (solar system)
(d)
atmosfer dan hidrosfer
(e)
kehidupan di muka bumi
(f)
penciptaan manusia
Allah
menciptakan segala sesuatu secara sistematis dan teratur hingga diciptakan-nya
manusia sebagai mahkota atas semua ciptaan-Nya.
Bumi
ini diciptakan dari yang tiada / kosong. Dan Tuhan menciptakan semuanya sungguh
amat baik.
LATAR BELAKANG
Kitab Kejadian 1 dapat disebut
kidung pujian yang sangat indah untuk memuliakan Allah, Sang Pencipta. Bagian
ini mendorong setiap insan yang percaya untuk memuliakan Allah melalui
puji-pujian. Melalui harmoninya yang teratur, rasio kita dipacu untuk
memikirkan Allah sebagai Sumber dan Pemelihara segala sesuatu. Dalam pasal ini,
ditunjukkan kepada kita tempat manusia yang patut di dalam tujuan agung Allah
yang mencakup seluruh ciptaan-Nya.
Pasal ini memiliki kedudukan yang strategis dalam satu kesatuan tema sebelas pasal pertama Kitab Kejadian 1, yakni pengungkapan keagungan Tuhan sebagai Pencipta dan Pemelihara segala sesuatu. Sebelas pasal pertama Kitab Kejadian ini memiliki tema yang mirip dengan mitos-mitos penciptaan.
Pasal ini memiliki kedudukan yang strategis dalam satu kesatuan tema sebelas pasal pertama Kitab Kejadian 1, yakni pengungkapan keagungan Tuhan sebagai Pencipta dan Pemelihara segala sesuatu. Sebelas pasal pertama Kitab Kejadian ini memiliki tema yang mirip dengan mitos-mitos penciptaan.
Penciptaan,
yakni mulai dengan roh ilahi dan dunia yang belum berbentuk dan kosong. Dalam
karya ini dikisahkan, mula-mula terang muncul dari para ilah, lalu langit,
tanah yang kering, benda-benda penerang, dan pada akhirnya diciptakanlah
manusia. Sesudah itu, Allah istirahat dan bersukaria.
Cerita-cerita
itu mungkin telah diketahui oleh umat Allah. Akan tetapi, kisah penciptaan
dalam Kejadian 1, ditemukan ciri khas yang sangat berbeda, yakni sifat pujian
dan pengagungan kepada Tuhan. Penciptaan yang sangat khas dari kisah penciptaan
menurut Kitab Kejadian 1 memberitakan monoteisme (bnd. Mzm. 82), hanya ada satu
Allah. Kedua, memberitakan bahwa manusia benar-benar lain dari segala yang
diciptakan-Nya dan keberadaannya mutlak bergantung kepada-Nya. Ketiga, bahwa
semuanya itu makhluk ciptaan. Keempat, mengatakan Allah menciptakan terang
dengan kuasa firman-Nya. Kejadian memuji Allah sebagai Pencipta segala sesuatu,
memberi hidup, memelihara, dan memuliakan kehidupan manusia.
Istilah
kejadian (genesis) memiliki makna yang sama dengan asal-usul (origin), dan
Kitab Kejadian 1 menjelaskan enam asal-usul yang sejati dan dapat dipercaya
tentang alam semesta (universe) dan kehidupan yang ada di dalamnya, antara
lain: kejadian alam semesta, keteraturan dan kompleksitas, sistem tatasurya
(solar system), atmosfer dan hidrosfer, kehidupan di muka bumi, dan penciptaan
manusia. Banyak teka-teki tentang dunia yang tak terpecahkan dan tak kunjung
terpecahkan. Kitab Kejadian tidak menerangkan semuanya karena Alkitab bukanlah
kitab (kronologi) sejarah dan acuan data-data ilmiah. Ia hanya menjelaskan
bahwa Allah menciptakan segala sesuatu secara sistematis dan teratur hingga
diciptakan-nya manusia sebagai mahkota atas semua ciptaan-Nya. Kejadian tidak
mempersoalkan (detail-detail) bagaimana Allah menciptakan alam semesta serta
detik-detik proses penciptaan tersebut. Misteri penciptaan ini barangkali
terbatas pada penalaran sains yang secanggih apapun sehingga tidak ada alasan
bagi manusia untuk tidak mengagumi Sang Pencipta.
TAFSIRAN
Pada
mulanya Allah menciptakan langit dan bumi. Bumi belum berbentuk dan kosong;
gelap gulita menutupi samudera raya, dan Roh Allah melayang-layang di atas
permukaan air.
a. Penciptaan langit dan bumi: dari yang tidak ada menjadi ada
a. Penciptaan langit dan bumi: dari yang tidak ada menjadi ada
Kejadian
1:1 memiliki kedudukan yang sangat penting dalam keseluruhan pasal 1, karena
merupakan rangkuman dari rangkaian penciptaan yang dituturkan dalam ayat-ayat
berikutnya. Frase “pada mulanya” (merupakan pernyataan atau gagasan penegas
yang berdiri sendiri. Menurut Donald Guthrie, et al., dalam bukunya Tafsiran
Alkitab Masa Kini 1: Kejadian–Ester, jika pada mulanya merupakan awal atau
kesimpulan dari seluruh tahap penciptaan, maka ayat ini bisa dbaca atau
berfungsi sebagai judul. Maka, Allah menciptakan memaksudkan penciptaan yang
mutlak dari yang tidak ada menjadi ada (ex nihilo). Kata kerja menciptakan,
dalam teks aslinya adalah bara, dipakai hanya bila suatu tindakan adalah
tindakan ilahi, dan hasilnya adalah baru sama sekali atau baru secara ajaib.
Menurut David Atkinson, kata kerja bara juga menekankan kebebasan dan kekuasaan
Allah. Dalam penafsiran ini, langit dan bumi yang diciptakan Tuhan dipandang
dalam keadaan yang terdini, yang belum sempurna, namun sebagai suatu totalitas,
suatu keseluruhan. Allah menciptakan langit dan bumi dari yang tidak ada
menjadi ada tanpa kesukaran karena Ia mutlak bebas dan tidak terbatas dalam
kedaulatan-Nya.
Kejadian 1:1, sebagai pendahuluan Kitab Kejadian, menekankan kebebasan mutlak Allah untuk menciptakan hal-hal yang tidak ada sebelumnya (creatio ex nihilo). Kitab Kejadian menentang gagasan mitos-mitos Babel, bahwa benda (materi) sama kekalnya dengan Allah; tidak ada sesuatu apa pun yang keberadaannya kekal kecuali Allah. Allah tidak tergantung pada keberadaan benda-benda seperti dalam pemahaman panteisme. Justru sebaliknya, segala sesuatu (semua benda/materi) bergantung pada Allah. Allah berkuasa mengadakannya dan sekaligus juga meniadakannya. Oleh karena itu, semua ciptaannya harus takhluk dan bersembah sujud kepada-Nya.
Berdasarkan paparan di atas, dengan mengatakan bahwa Allah menciptakan langit dan bumi, muncul sebuah gagasan bahwa alam semesta terbuka bagi Allah; alam semesta terbuka bagi kemungkinan-kemungkinan baru, terbuka untuk diubah menjadi wilayah kemuliaan-Nya. Kejadian alam semesta, yang diringkaskan dalam sebuah ayat pendek dalam Alkitab, akan tetap menjadi misteri bagi siapa pun juga, baik bagi para teolog, filsuf, maupun saintis.
b. belum berbentuk dan kosong
Kejadian 1:1, sebagai pendahuluan Kitab Kejadian, menekankan kebebasan mutlak Allah untuk menciptakan hal-hal yang tidak ada sebelumnya (creatio ex nihilo). Kitab Kejadian menentang gagasan mitos-mitos Babel, bahwa benda (materi) sama kekalnya dengan Allah; tidak ada sesuatu apa pun yang keberadaannya kekal kecuali Allah. Allah tidak tergantung pada keberadaan benda-benda seperti dalam pemahaman panteisme. Justru sebaliknya, segala sesuatu (semua benda/materi) bergantung pada Allah. Allah berkuasa mengadakannya dan sekaligus juga meniadakannya. Oleh karena itu, semua ciptaannya harus takhluk dan bersembah sujud kepada-Nya.
Berdasarkan paparan di atas, dengan mengatakan bahwa Allah menciptakan langit dan bumi, muncul sebuah gagasan bahwa alam semesta terbuka bagi Allah; alam semesta terbuka bagi kemungkinan-kemungkinan baru, terbuka untuk diubah menjadi wilayah kemuliaan-Nya. Kejadian alam semesta, yang diringkaskan dalam sebuah ayat pendek dalam Alkitab, akan tetap menjadi misteri bagi siapa pun juga, baik bagi para teolog, filsuf, maupun saintis.
b. belum berbentuk dan kosong
Ungkapan
‘belum berbentuk dan kosong’ (tohu wavohu) menggema dalam Yer. 4:23 dan Yes.
34:11 sebagai ‘campur baur dan kosong’. Ungkapan ini menegaskan keberadaan bumi
yang belum tertata dan belum memiliki bentuk (baca: kondisi) yang baik untuk
dihuni oleh makluk hidup. Keadaan bumi yang belum berbentuk dan kosong menunggu
sentuhan kreatif Allah. Kekosongan yang berbentuk itu juga dilukiskan sebagai
gelap-gulita menutupi samudera raya (1:2) karena tindakan Allah untuk
menyempurnakan ciptaan-Nya belum dikerjakan, namun akan dikerjakan.
c. Roh Allah melayang-layang
c. Roh Allah melayang-layang
Roh
Allah melayang-layang di atas permukaan air (1;2b). Kata Ibrani ruakh bisa
diterjemahkan angin atau roh. Alkitab TBI menterjemahkan ruakh elohim sebagai
Roh Allah, bukan angin Allah. Kebanyakan ahli tafsir Alkitab mengibaratkannya
seperti induk burung rajawali yang menggoyangbangkitkan isi sarangnya dan
melayang-layang di atas anak-anaknya, untuk memaksa anak-anaknya yang belum
akli balig itu memasuki kehidupan yang berjenjang dewasa. Menurut Kidner, dalam
Atkinson, dalam PL ruakh mengacu kepada energi ilahi yang menciptakan dan
memelihara. (Bnd. Ayub 33:4). Sama dengan hubungan induk rajawali dengan
sarangnya, demikianlah Allah menyempurnakan ciptaan-Nya. Karena Allahlah yang
menciptakan langit dan bumi, Ia sendiri pun berkuasa untuk meniadakannya,
seperti induk rajawali menggoyangbangkitkan isi sarangnya. Dengan demikian,
ungkapan Roh Allah melayang-layang, bukan hanya menegaskan kemahakuasan-Nya
atas ciptaan-Nya, sekaligus juga kehadiran-Nya yang imanen dalam pemeliharaan
ciptaan-Nya dan Ia sendirilah Sumber kehidupan itu.
2.
Penciptaan: Hari Pertama sampai Hari Keenam
a.
Jadilah terang (1:3—5)
Berfirmanlah
Allah, “Jadilah terang.” Lalu terang itu jadi . . . dipisahkannyalah terang itu
dari gelap, Jadilah petang dan jadilah pagi, itulah hari pertama.
Menurut
penulis, hari pertama yang disebutkan oleh 1:3—5 ini berhubungan dengan awal
pekerjaan Allah dalam tindakan penciptaan, sebagaimana dijelaskan di atas;
gelap gulita menutupi samudera raya, tetapi tindakan Allah melayang-layang di
atas permukaan air menunjukkan bahwa Allah hadir di dalam ciptaan-Nya. Secara
simbolis, dapat ditafsirkan: kalau Ia hadir, maka kegelapan akan menyingkir;
kalau Allah telah memulai pekerjaan-Nya, maka tidak ada yang menghalangi
kemahakuasaan dan keberdaulatan-Nya atas segenap alam. Jika terang yang
dimaksudkan di sini berhubungan dengan benda penerang , maka makna kata terang
dalam ayat 3 akan kabur. Jadi, terang yang dimaksud dalam ayat 3 adalah
tindakan Roh Allah atas ciptaan-Nya dan tidak berhubungan dengan terang yang
diakibatkan oleh benda penerang.
Sementara, kalimat ‘Jadilah petang dan jadilah pagi, itulah hari pertama’, menggambarkan bahwa tindakan Allah (sudah) sempurna (complete). Ungkapan “Itulah hari ke . . .” merupakan formula dari rangkaian kerja Allah, bahwa Ia melakukan semua tindakan penciptaan tersebut secara sempurna, teratur, dan tidak dihalangi oleh apa pun.
Sementara, kalimat ‘Jadilah petang dan jadilah pagi, itulah hari pertama’, menggambarkan bahwa tindakan Allah (sudah) sempurna (complete). Ungkapan “Itulah hari ke . . .” merupakan formula dari rangkaian kerja Allah, bahwa Ia melakukan semua tindakan penciptaan tersebut secara sempurna, teratur, dan tidak dihalangi oleh apa pun.
b.
Jadilah (1: 6—25)
Allah
menjadikan segala ciptaan-Nya tanpa bahan yang sudah ada sebelumnya. Allah
sungguh-sungguh menciptakan cakrawala (hari ke-2), tumbuh-tumbuhan (hari ke-3),
benda-benda penerang (hari ke-4), binatang-binatang (hari ke-5) tanpa materi
(baca: bahan) yang sudah ada sebelumnya.
Kalau
kita analisis dalam perspektif ilmiah, tampaknya urutan atau kronologi
penciptaan sebagaimana disebutkan oleh Alkitab sangatlah tidak logis. Seperti
yang sudah penulis sebutkan di atas, ungkapan “Jadilah petang dan jadilah pagi,
itulah hari ke . . .”. Kalimat ini tidak bertujuan untuk menjelaskan kronologi
penciptaan secara ilmiah, tetapi secara pernyataan teologis bahwa Allah
menciptakan segala sesuatu dalam agenda Allah sendiri (yang tersembunyi dalam
penelaahan sains) dan bahwa apa yang telah dikerjakan-Nya itu sempurna
(complete; tidak memerlukan bantuan pihak lain – di luar diri Allah -- untuk
mewujudkannya).
Kata Ibrani yom, seharusnya tidak diterjemahkan hari (dalam pengertian 1 x 24 jam) atau perubahan hari dalam kebiasaan Yahudi, yang diakhiri oleh terbenamnya matahari dan pagi mengawali hari yang baru. Kata Yom (hari) lebih menegaskan periodik teknis bahwa karya Allah dalam penciptaan sedang berlangsung secara dinamis dan progresif, bukan sistematitasi atau periodisasi sistematisasi terjadinya ciptaan.
Kata Ibrani yom, seharusnya tidak diterjemahkan hari (dalam pengertian 1 x 24 jam) atau perubahan hari dalam kebiasaan Yahudi, yang diakhiri oleh terbenamnya matahari dan pagi mengawali hari yang baru. Kata Yom (hari) lebih menegaskan periodik teknis bahwa karya Allah dalam penciptaan sedang berlangsung secara dinamis dan progresif, bukan sistematitasi atau periodisasi sistematisasi terjadinya ciptaan.
Sebagai
contoh. pertama, kalau kita jelaskan secara ilmiah, setelah Tuhan menciptakan
terang, pada bagian akhir penjelasan penciptaan tersebut, disebutkan: “Jadilah
petang dan jadilah pagi itulah hari pertama.” Bagaimana petang dan pagi terjadi
jika bumi tidak berotasi pada porosnya dan dalam porosnya ia berevolusi
terhadap matahari, benda penerang yang diciptakan pada hari ke-4? (Tentang
pemakaian isitlah terang ini, penulis telah menguraikannya di atas). Kedua,
bagaimana tumbuh-tumbuhan (diciptakan pada hari ke-3) hidup tanpa proses
fotosintesis, yakni dengan bantuan matahari, benda penerang yang akan
diciptakan pada hari ke-4? Pertanyaan ilmiah seperti ini membuat para saintis
menertawakan paham Ortodoks yang melihatnya sebagai rentetan kronologis.
Menurut
penulis, data-data Kejadian 1:3—25 tentang urutan penciptaan tidak perlu
dipersoalkan secara tajam dalam tataran ilmiah. Alkitab bukanlah buku ilmiah
atau pun buku sejarah, yang darinya kita membangun teori-teori ilmiah secara
akurat dan terpercaya. Alkitab adalah buku yang berisikan karya penyelamatan
Allah yang mencapai puncaknya dalam penebusan Kristus.
3.
Penciptaan manusia (26—27)
Baiklah
Kita menjadikan manusia menurut gambar dan rupa Kita supaya mereka berkuasa . .
. menurut gambar dan rupa Allah diciptakan-Nya ia; laki-laki dan perempuan
diciptakan-Nya mereka.
Penciptaan
manusia merupakan klimaks dari rangkaian tindakan penciptaan Allah. Kitab
Kejadian memberi gagasan yang sangat jenius bahwa (1) manusia adalah puncak
dari semua karya penciptaan Allah, (2) manusia itu diciptakan segambar dan
serupa dengan Allah; (3) semua yang telah diciptakan Allah diberikan kepada
manusia dan berada dalam kekuasaannya.
a. Dicipta segambar dan serupa dengan Allah
a. Dicipta segambar dan serupa dengan Allah
Dari
kesaksian penciptaan dalam kitab Kejadian, Allah menciptakan semuanya hanya
dengan atau melalui firman. Allah hanya berfirman: “Jadilah…” (lihat Kejadian
1:1-25) dalam penciptaan binatang, tumbuh-tumbuhan, dan segenap alam semesta,
maka semuanya jadi. Tetapi, manusia diciptakan Allah dengan buatan tangan-Nya
sendiri dan menghembuskan nafas (Ibr. ruakh) kehidupan padanya, nafas (roh)
Allah sendiri. Dari segala mahluk yang pernah diciptakan oleh Tuhan Allah,
hanya manusialah yang dicipta menurut gambar dan rupa Allah. Berarti, manusia
dicipta (Ibr. Asah) seperti Penciptanya, dengan kemungkinan keadilan, kesucian
dan kebenaran.
Pernyataan bahwa manusia itu dicipta menurut gambar Allah dan seperti rupa Allah, ditemukan juga dalam Perjanjian Baru. Yesus Kristus disebut sebagai gambar Allah (2 Kor. 4:4; Kol. 1:15), dan sudah dijanjikan bahwa barangsiapa percaya kepada Allah akan dijadikan kembali menurut gambar-Nya dan akan serupa dengan Dia (1 Kor. 1549; 2 Kor. 3:18; Kol. 3:10).
b. Manusia sebagai mandataris Allah
Pernyataan bahwa manusia itu dicipta menurut gambar Allah dan seperti rupa Allah, ditemukan juga dalam Perjanjian Baru. Yesus Kristus disebut sebagai gambar Allah (2 Kor. 4:4; Kol. 1:15), dan sudah dijanjikan bahwa barangsiapa percaya kepada Allah akan dijadikan kembali menurut gambar-Nya dan akan serupa dengan Dia (1 Kor. 1549; 2 Kor. 3:18; Kol. 3:10).
b. Manusia sebagai mandataris Allah
Kejadian
1:26 menjelaskan: Allah menjadikan manusia itu, laki-laki dan perempuan,
menurut gambar dan rupa Allah. Setelah Allah menciptakan mereka, Allah
memberkati mereka dan memberi otoritas untuk menguasai dan menakhlukkan alam,
binatang, tumbuh-tumbuhan, dan segala sesuatu yang ada di dalamnya (ay. 28-30).
Allah
menjadikan manusia itu seperti allah-allah kecil di bumi. Manusia yang
diciptakan dari debu tanah itu dimuliakan-Nya dan dimahkotai-Nya dengan
kemuliaan dan hormat. Tentang hal ini, Mazmur 8:4—7 melukiskannya sebagai
berikut.
“Jika
aku melihat langit-Mu, buatan jari-Mu, bulan dan bintang yang Kau tempatkan:
apakah manusia sehingga Engkau mengingatnya? Apakah manusia, sehingga Engkau
mengindahkan-Nya? Namun Engkau telah membuatnya hampir sama seperti Allah, dan
telah memahkotainya dengan kemuliaan dan hormat. Engkau membuat dia berkuasa
atas atas buatan tangan-Mu; segala-galanya telah Kau letakkan di bawah kakinya.
c.
Manusia: makhluk rasional
Supaya
dapat menjadi mandataris Allah di bumi, Ia memperlengkapi manusia itu dengan
akal budi, daya cipta, dan kemampuan-kemampuan bersosial yang lain. Manusia
adalah manusia karena ia adalah satu-satunya mahluk yang dapat mengenal
kebenaran, yaitu melalui rasio. Manusia adalah satu-satunya mahluk yang dapat
berpikir; binatang berpikir bukan karena rasionya, tetapi naluriah hidup
(insting) yang diciptakan oleh Tuhan. Manusia juga menjadi manusia, karena ia
dapat menjalankan keadilan, yaitu memiliki sifat hukum. Manusia adalah manusia
karena ia adalah satu-satunya mahluk yang berkewajiban moral untuk mencapai
tujuan kesucian. Supaya manusia bisa mencapai maksud dan tujuan Allah, Ia
memberinya roh, yang mana binatang dan tumbuh-tumbuhan dan ciptaan lainnya
tidak memilikinya. Roh menjadi sarana Allah untuk berhubungan dengannya. Tiga
hal inilah yang membedakan manusia dengan binatang.
d. Manusia: laki-laki dan dan perempuan
d. Manusia: laki-laki dan dan perempuan
Lebih
daripada itu lagi, pernyataan tiga rangkap tentang ciptaan Allah dalam ayat 27
bukan semata-mata paralelisme puitis. Jelas, bahwa di situ terdapat
penitikberatan yang disengaja, yang maksudnya sudah dapat disimak. Dua kali
ditegaskan bahwa Allah menciptakan manusia menurut gambar-Nya, dan ketiga
kalinya hunjukan terhadap “gambar ilahi” itu diganti dengan kata-kata
‘laki-laki dan perempuan’.
Kalau
digabungkan keputusan ilahi (‘Baiklah Kita menjadikan manusia … supaya mereka
berkuasa …’), kreasi ilahi (‘…maka Allah menciptakan…’) dan pemberkatan ilahi
(‘Beranak-cuculah …; penuhilah bumi dan takhlukkanlah itu …’), titik beratnya
agaknya diletakkan atas tiga kebenaran fundamental tentang mahluk manusia.
Yaitu, bahwa Allah menciptakan (dan masih terus menciptakan) mereka menurut
gambar-Nya. Bahwa Ia menciptakan (dan masih terus menciptakan) mereka sebagai
pria dan wanita seraya mengaruniai mereka tugas bahagia untuk berkembang biak.
Bahwa ia memberikan (dan masih terus memberikan) mereka kekuasaan atas bumi dan
segala binatang yang ada di dalamnya.
Jadi, sejak dari permulaannya ‘manusia’ diciptakan sebagai pria dan wanita yang memiliki kedudukan yang sama sebagai ahli waris, baik atas citra ilahi maupun atas kekuasaan atas bumi. Pendapat ini juga didukung oleh William Dyrness, dengan mengatakan: “Laki-laki dan perempuan adalah mahkota ciptaan; mereka diciptakan untuk memerintah.” Tidak terdapat suatu hunjukan dalam natsnya bahwa salah satu kedua seks itu lebih besar keserupaannya dengan Allah daripada yang lain, atau salah satu dari kedua seks itu lebih besar tanggung jawabnya atas bumi dari pada yang lain. Tidak. Baik dalam hal ihwal keserupaan dengan Allah, maupun dalam hal ikhwal tanggung jawab atas pengelolaan bumi (yang tidak boleh disamakan satu satu dengan yang lain, meskipun antara keduanya terdapat kaitan yang erat) mereka berdua adalah dari awalnya sama-sama kebagian. Sebab, dua-duanya adalah sama-sama diciptakan oleh Allah dan serupa dengan gambar-Nya.
Jadi, sejak dari permulaannya ‘manusia’ diciptakan sebagai pria dan wanita yang memiliki kedudukan yang sama sebagai ahli waris, baik atas citra ilahi maupun atas kekuasaan atas bumi. Pendapat ini juga didukung oleh William Dyrness, dengan mengatakan: “Laki-laki dan perempuan adalah mahkota ciptaan; mereka diciptakan untuk memerintah.” Tidak terdapat suatu hunjukan dalam natsnya bahwa salah satu kedua seks itu lebih besar keserupaannya dengan Allah daripada yang lain, atau salah satu dari kedua seks itu lebih besar tanggung jawabnya atas bumi dari pada yang lain. Tidak. Baik dalam hal ihwal keserupaan dengan Allah, maupun dalam hal ikhwal tanggung jawab atas pengelolaan bumi (yang tidak boleh disamakan satu satu dengan yang lain, meskipun antara keduanya terdapat kaitan yang erat) mereka berdua adalah dari awalnya sama-sama kebagian. Sebab, dua-duanya adalah sama-sama diciptakan oleh Allah dan serupa dengan gambar-Nya.
4.
Sungguh amat baik
”Allah
memberkati mereka, lalu Allah berfirman kepada mereka: ”Beranakcuculah dan
bertambah banyak . . . Maka Allah melihat semua yang dijadikan-Nya itu sungguh
amat baik. Jadilah petang dan jadilah pagi, itulah hari keenam.
Allah
memberkati manusia itu dengan segala yang ada di dalam alam semesta. Allah
menyediakan makanan bagi manusia itu yang telah tersedia di dalam alam. Manusia
harus berkuasa atasnya, termasuk pengelolaan ciptaan Allah.
Setelah
manusia diciptakan oleh Allah, Ia melihat bahwa semuanya itu sungguh amat baik.
Dalam rangkaian penciptaan pra-penciptaan manusia, Allah tidak mengatakan
demikian. Manusia sebagai mandataris Allah memiliki tanggung jawab yang berat.
Setelah manusia itu jatuh ke dalam dosa, tanggung jawab manusia sebagai
mandataris Allah menjadi kabur. Banyak orang yang melihat dirinya tidak baik,
berlawanan dengan pujian Allah atas semua segala yang diciptakan-Nya. Manusia
adalah makhluk yang berpotensi untuk mensejahterakan dirinya dan juga melansungkan
pengelolaan alam.
C.
Aplikasi
1.
Allah, Sang Pencipta patut dipuja dan disembah
Menurut
penulis, data-data Kejadian 1:3—25 tentang urutan penciptaan tidak perlu
dipersoalkan secara tajam dalam tataran ilmiah. Alkitab bukanlah buku ilmiah
atau pun buku sejarah, yang darinya kita membangun teori-teori ilmiah secara
akurat dan terpercaya. Alkitab adalah buku yang berisikan karya penyelamatan
Allah yang mencapai puncaknya dalam penebusan Kristus. Jika Kejadian 1
menjelaskan tentang penciptaan, hal itu berarti bahwa umat Allah harus
menyadari bahwa Allahlah yang menciptakan alam semesta dan segala isinya. Kisah
penciptaan oleh Kitab Kejadian menyadarkan semua manusia bahwa ia sendiri
adalah ciptaan yang harus memuliakan Pencipta-Nya.
2.
Tanggung jawab manusia terhadap Tuhan, sesama, dan alam
Sebagai
makhluk yang dicipta segambar dan serupa dengan Allah, manusia berperan sebagai
mandataris Allah.
TUJUAN
Supaya dapat memahami kekuasaan
Allah dalam sejarah penciptaan, serta kuasa dan kehendak Allah terhadap
ciptaan-Nya. Dan juga supaya kita mengetahui siapa yang menciptakan langit dan
bumi serta isinya,seperti gunung, lautan, matahari, bulan dan bintang, serta
manusia yang dapat berpikir, berbicara, bernapas.
REFLEKSI NATS
"Pada mulanya" di sini adalah tegas
dan mengarahkan perhatian kepada suatu permulaan yang nyata. Agama-agama kuno
lainnya ketika membicarakannya menunjukkan bahwa penciptaan itu dilaksanakan
dengan sesuatu yang sudah ada. Mereka melihat sejarah sebagai siklus kejadian
yang berulang-ulang terus. Alkitab memahami sejarah sebagai satu garis lurus
dengan arah yang ditetapkan oleh Allah. Allah mempunyai rencana dalam penciptaan,
dan itu akan diwujudkan-Nya.
PENUTUP
Demikian hasil makalah yan kami susun ini. Adapun
makalah kami ini membahas tentang penciptaan dari yang tiada yang menyebabkan
roh Allah melayang-layang di atas bumi sebelum Tuhan menciptakan langit dan bumi
beserta isinya.Makalah kami ini juga membahas tentang penciptaan dari hari
pertama sampai keenam dan mandat Allah kepada manusia. Hari pertama, Allah menciptakan
terang dan memisahkan dari gelap. Hari
kedua, Allah menciptakan cakrawala yang memisahkan air dari air. Hari ketiga, Allah
memisahkan darat dari air dan menumbuhkan pohon-pohon yang menghasilkan
buah-buahan. Hari keempat, Allah menciptakan matahari, bulan dan
bintang-bintang untuk menjadi benda-benda penerang. Hari kelima, Allah menciptakan
burung-burung, serangga dan ikan-ikan. Hari keenam, Allah menciptakan
binatang-binatang di bumi dan manusia. Trima kasih.!!